Monday, February 3, 2014

KAMPUNG DERET TANAH TINGGI “ HUNIAN BARU PENDUDUK YANG TERNYATA MASIH ADA PRO KONTRA “




Sejumlah rumah dari 85 rumah telah di huni. Pemprov DKI Jakarta memilih kawasan Tanah Tinggi sebagai percontohan Kampung Deret di atas lahan bekas kebakaran. Kampung Tanah Tinggi I RT 14, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, siang itu sudah berubah. Permukiman yang tadinya padat dan kumuh ini menjadi tempat hunian yang bersih, asri, dan rapi.

Dalam pantauan pada pukul 10.30, permukiman yang kini bernama Kampung Deret Tanah Tinggi ini terlihat lebih lapang. Juga ada taman gantung di setiap teras rumah warga. Sebanyak 38 rumah dibangun dengan bahan permanen. Cahaya matahari pun kini lebih menyinari tiap-tiap rumah di kawasan kampung deret itu.

Di dekat pagar pembatas antar-rel kereta Stasiun Senen dihiasi berbagai tanaman. Dalam tiap-tiap pot tanaman itu bertuliskan "Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta".

Seorang wanita paruh baya terlihat sedang menyapu di halaman rumahnya, yang terletak tak jauh dari pintu masuk menuju kampung deret ini. Tak lama kemudian, wanita bernama Mardiyah, 53 tahun, ini menyirami tanaman di pot yang bertuliskan "Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta" itu.

"Biasa, nyiram dan bersih-bersih supaya terlihat rapi dan segar," kata Mardiyah, warga Tanah Tinggi I, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.

Di sudut lain, Nenti, 26 tahun, baru saja selesai menjemur pakaian. Nenti menjemur pakaian di pagar pembatas antara rel kereta api Senen dan Kampung Tanah Tinggi.

"Semenjak rumah kampung deret ini dibangun, saya jadi menjemur di sini," ujar Nenti. "Kalau dulu (sebelum kampung deret dibangun) jemur di depan rumah pakai tali tambang juga bisa. Tapi, kan, sekarang beda."

Rumah-rumah di sekitar RT 14 RW 01, Kampung Tanah Tinggi , kini sudah terlihat baik. Perkampungan yang sebelumnya kumuh ini sudah tertata rapi dan bersih sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat Kampung Deret Tanah Tinggi bulan Mei lalu, setelah kebakaran besar terjadi di RT 14 pada Maret 2013.

Muhammad Yahya, 60 tahun, selaku Ketua Rukun Tetangga 14, mengatakan permukiman yang ia tempati sejak 60 tahun silam itu saat ini bukan tempat kumuh lagi. "Banyak cahaya masuk, dan lebih sehat," ujar Yahya.

"Kalau dulu, rumah-rumah di sini banyak yang hanya dari tripleks. Sekarang, kan, sudah permanen semua," kata Yahya. "Di setiap rumah pun sekarang sudah dilengkapi kamar mandi, baik rumah kecil maupun yang besar."

Dengan berubahnya lingkungan ini, masih menurut Yahya, kebiasaan warga Tanah Tinggi juga dituntut untuk berubah lebih bersih dan sehat. Yahya tidak ingin lingkungannya kembali kumuh karena kebiasaan buruk warganya, seperti membuat jemuran di sembarang tempat, mencuci baju di halaman rumah, dan buang sampah sembarangan.

"Bahkan saya imbau kepada yang berjualan agar menaruh kembali perlengkapan jualannya ke dalam rumah jika sudah malam," kata Ketua RT yang sudah menjabat sejak tahun 2004 ini. "Semoga kebiasaan 'kumuh' mereka hilang seiring perubahan lingkungannya yang kini lebih baik."
Tidak semua warga menerima dengan di bangunya Kampung Deret di tanah tinggi , Jakarta pusat . Sebut saja Rusli ( nama samaran ) ia berbicara “ saya setuju dengan  program di bangun nya kampung deret di pemukimana ini , hanya saja saya selaku pedagang yang biasa menjajakan dagangan warung nya di rumah sendiri , saya merasa sedikit dihantai peraturan oleh pemprov DKI , yang tidak mengizinkan melakukan jual beli di depan halaman rumah , padahal saya bukan berdagang barang haram , saya hanya menjual sembako seperti minyak , telor , kopi , susu , gula beras dan lain-lain “
Ketika di tanya bagamana cara anda agar dapat terus berdagang , sedangkan sudah jelas bahwa setiap penghuni dilarang berdagang di area teras Kampung Deret “  Peraturan yang tertera  berdagang harus di dalam rumah , sedangkan dagangan saya kan banyak , dan tidak cukup untuk menampung semuanya di dalam , tapi demi kelangsungan hidup keluarga , saya memberanikan diri menjajakan dagangan warung saya di teras rumah , ya… walau main kucing-kucingan dengan satpol PP  setempat yang bertindak tegas dengan cara saya menjajakan dagangan “ tutur rusli sambil tersenyum kepada media Global Indonesia
Ada juga indah ( nama samaran ) ibu berusia 30 tahu ini mengungkapkan kepada kami ,saat di Tanya apa yang ibu rasakan selama tinggal di kampung deret ini “ saya merasa senang dan ada sedikit kenyaman dengn kondisi rumah saya saat ini  . Ibu dua orang anak  ini terbiasa hidup di lingkungan yang bersosialisai dngan masyarakat sekitar , karena suami saya kan bekerja pada pagi hari otomatis saya terbiasa bergaul dengan ibu-ibu sekitar , termasuk mengurus urusan rumah tangga mulai dari merapihkan tempat tidur , mengepel dan menyapu lantai hingga mencuci juga menjemur pakaian  . Yang menjadi kesulitan saya adalah kebiasaaan saya yang selalu menjemur pakaian  di halaman teras depan saya , nah ini menajdi satu kendala bagi saya , karena kan peraturan setiap penghuni kampung deret di larang meletakan benda atau apapun di teras rumah termasuk jemuran , terkecuali tanaman atau tumbuhan yang berfungsi penghijauan . Saya sendiri jika harus menjemur di dalam rumah dengan kondisi kurangnya sinar matahari , berarti pakaian saya akan lama keringnya dan pasti akan tercium bau yang tidak enak saat di kenakan , belum lagi waktu yang lama untuk menunggu hingga jemuran pakaian saya kering dan siap di angkat “
Suara ini bukan hanya keluar dari satu suara saja , ternyata para penghuni lainya juga mengeluhkan hal tersebut , sulitnya menjemur pakaian dan menjajakan dagangan di wilayah pemukiman Kampung Deret , Tanah Tinggi , Jakarta Pusat.
Dan mereka juga menyiasati hal tersebut dengan cara mereka sendiri , ada yang main kucing-kucingan dengan satpol pp setempat saat petugas datang menghampiri untuk  mengontrol kondisi wilayah pemukiman Kampung Deret , Tanah Tinggi , Jakarta Pusat .
Sebagai informasi, selain di Tanah Tinggi, Pemrov DKI merencanakan pembangunan Kampung Deret di beberapa kelurahan, yaitu Kemayoran, Petojo, Galur, Karang Anyar, Bungur, Cempaka Putih, Kebon Sirih, Bendungan Hilir, Utan Panjang, Tambora, Kali Anyer, Kapuk, Tanjung Priok, Semper Barat, Tugu Utara, Cilincing, Pejagalan, Marunda, Pademangan Timur Petogogan, Gandaria, dan Pasar Minggu. ( oghie /arto )