Petualangan Suara Iwan Fals
Petualangan Suara Iwan Fals
Bagi penggemar Iwan Fals dari awal karirnya pasti sudah mengenal
karakter suaranya yang selalu berubah-ubah disetiap album (periode
1979-1989). Mulanya ia bernyanyi dengan teknik yang “keliru”,
lama-kelamaan ia menemukan warna yang pas, semua itu lewat sebuah
“petualangan” dan “siasat”. Perjalanan karirnya yang sangat panjang,
banyak menggeser konsepsi berkeseniannya (baca: gaya suaranya).
Album periode awal 1979 - 1980
Bagi kalian yang punya album Amburadul (Perjalanan / 3 Bulan), Yang Muda Yang Bercanda, Canda Dalam Ronda, Canda Dalam Nada
bahkan yang punya rekaman waktu di Radio EH 8 Bandung, pasti sudah
paham gimana Iwan Fals bernyanyi. Suara yang cempreng juga tipis bahkan
pada lagu ‘3 Bulan’ suaranya tidak sampai ke range tinggi yang
menyebabkan suara seperti kecekik (suara mengecil tiba-tiba). Mungkin ia
terbiasa dengan improvisasi waktu mengamen dulu.
Album periode 1981 - 1989
Setelah
masuk ke Musica Studio tahun 1981, Iwan Fals lebih disiplin dalam
bermusik. Ini dituntut karena pada album dibawah label tersebut konsep
bermusiknya lebih nge-band. Suara Iwan Fals tak begitu luas masuk dalam
jajaran baritone yang mendekati tenor cukup melodius. Kalau ibarat
makanan, materi suaranya kering, gurih, renyah dan tak hambar (album Sarjana Muda).
Dan album Opini, materi suaranya masih tetap tidak jauh berbeda (musik oleh Willy Soemantri kecuali lagu Galang Rambu Anarki oleh Ian Antono).
Memasuki album Sumbang,
disini baru berasa suara yang cukup melodius yang tiba-tiba berubah
menjadi garang dan penuh amarah. Dengarkan lagu ‘Puing’ pada album ini
yang musiknya digarap oleh Ian Antono kecuali Tampomas II musik oleh
Willy Soemantri. Iwan Fals menyimpan semacam kegelisahan dalam
bermusiknya sehingga setiap album pasti ada perubahan baik dari sisi
musik maupun vocal.
Album Sugali, dimana pada album ini
Iwan Fals menggarap musiknya sendiri. Suaranya semakin kuat dan matang
meskipun dalam beberapa lagu ia melepas teriakan dalam akhir lagunya.
Simak lagu ‘Azan Subuh Masih Ditelinga’ sedikit sengau. Dan pada lagu
‘Serdadu’ yang menyelipkan teriakan yang sangat khas Iwan Fals.
Album Barang Antik,
Iwan Fals sedikit merubah teknik suaranya yang lebih berat dan serak.
Coba dengarkan lagu ‘Kumenanti Seorang Kekasih’. Musik masih digarap
oleh Willy Soemantri.
Bahkan di single ‘Percayalah Kasih’ ia juga menggunakan teknik serupa. Dimana kata mas JSOP (Yockie Suryo Prayogo), Iwan Fals menaruh microphone dibawah pintu studio waktu rekaman take vocal lagu tersebut.
Di setiap album, Iwan Fals selalu menyelipkan ciri khasnya hanya dengan iringan gitar bolong dan harmonika seperti lagu ‘Bangunlah Putra Putri Pertiwi’ (album Sarjana Muda), ‘Jangan Bicara’ (album Barang Antik) juga ‘Intermezzo’ (album Sore Tugu Pancoran).
Dalam
kaitan lirik lagu, Iwan Fals terhitung yang paling jempolan seperti
almarhum Gombloh. Dalam komposisi liriknya banyak berdasar pada bentuk
prosa lama yang mendahulukan kaidah estetika bunyi seperti, a-a / b-b
atau a-b / a-b. Memang tepat sekali apa yang dilakukannya karena sangat
terasa keindahan bunyi yang disuarakannya. Apalagi dibarengi penghayatan
yang penuh greget dengan lirik yang genit, nakal dan liar.
Album Sore Tugu Pancoran,
musik oleh Willy Soemantri. Suara Iwan Fals sudah mulai terasa tebal
dan tidak cempreng lagi, tapi tetap masih mengunakan spontanitas. Era
ini adalah masa transisi suara Iwan Fals yang meninggalkan teknik
lamanya yang mengumpulkan napas didada, untuk kemudian bernyanyi lewat
tenggorokannya yang angkuh. Kadar resonansinya terlalu ke hidung,
sehingga materinya menipis dan sengau. Itu digunakan tak hanya pada
interval suara yang tinggi, bahkan pada suara yang rendah ia juga
menggunakan teknik tersebut. Dengarkan album Sumbang dan album Opini.
Inilah
keliaran suara Iwan Fals dan mulai ditangkap oleh Ian Antono. Pada lagu
‘Ethiopia’ suaranya sangat luas. Sebenarnya album Ethiopia tidak
digarap Ian antono sepenuhnya. Hanya pada lagu Ethiopia Ian sebagai
arranger, selebihnya Iwan Fals dkk yang mengaransir lagu-lagu didalam
album tersebut. Suara dalam lagu-lagunya sangat bulat dan berat, kadang
Iwan berteriak yang sangat sengau (seperti orang bindeng) diakhir lagu
‘Berandal Malam Dibangku Terminal’.
Album Aku Sayang Kamu
dimana suara Iwan Fals lebih pop dan manis. Mungkin dikarenakan album
ini diaransemen oleh Bagoes A.A. yang dikenal lewat pop-jazz-nya. Tapi
sang arranger juga tak lupa memasukan irama country. Simak pada lagu
‘Yahui,ha,he,ha’, dan lagu yang dibaluti irama pop bosas pada lagu
‘Lho’.
Setelah ber-pop manis, akhirnya Iwan Fals bertemu dengan
kawan-kawan lamanya yaitu Dama Gaok (player banjo dalam album Barang
Antik) dan Maman Piul. Mereka membentuk kelompok Kereta dalam Album Lancar,
Nenekku Okem. Disini suara Iwan Fals seakan kembali ke awal karirnya,
tipis namun tidak cempreng dan sedikit sengau. Mungkin musik yang
membalutinya dalam irama country yang sangat kuat.
Album Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ),
suara Iwan Fals masih tetap seperti dua album sebelumnya. Kalau menurut
perkiraan, suara Iwan Fals dipengaruhi oleh para pembalut musik dan
arranger pada lagu-lagunya. Kalau rada country, suaranya sedikit
cempreng dan sengau karena teknik yang digunakan. Pada musik pop suara
Iwan agak tebal dan cukup manis. Dan kalau dibaluti musik rock suaranya
lebih luas dan ia dapat mencapai interval yang sangat tinggi.
Album Wakil Rakyat, Iwan Fals kembali ke arranger Bagoes A.A., karena di periode ini Iwan Fals berteman dengan Bagoes A.A. dan K3S (Kelompok 3 Suara - personilnya adalah Bagoes A.A., Dian PP dan Dedi Dhukun, pernah mengisi backing vocal di lagu "Aku Sayang Kamu"), bahkan Iwan Fals sempat membuat lirik untuk album K3S pada lagu Ratu
di album OH..yaa. Suara Iwan Fals makin kuat makin berisi meski
musiknya bernuansa pop-balada, tapi karakter yang ditimbulkan sangat
kuat. Suaranya tak lagi cempreng seperti dulu. Mungkin Iwan Fals udah
menemukan teknik bernyanyi yang baru. Lagu ‘Ping Pong’ sangat pas dan
jenaka.
Beralih ke Rock
Mungkin
kita tidak menyadari, sebenarnya Iwan Fals sudah melakukan hal ini
sejak dulu. Seperti lagu ‘Bangunlah Putra-Putri Pertiwi’ (album Sarjana
Muda), ‘Puing’ (album Sumbang), ‘Siang Seberang Istana’ (album Sugali),
‘Kota’ (album Aku Sayang Kamu), ‘Nelayan’ (album Lancar). Iwan Fals
sudah mengeluarkan suaranya dengan full.
Album 1910, album yang ditangani arranger bertangan dingin Ian Antono,
sebenarnya ini bukan awal kerjasama Iwan Fals dan Ian Antono. Sejak
lagu ‘Galang Rambu Anarki’ (album Opini), album Sumbang dan lagu
‘Ethiopia’, Ian Antono yang menangani semua musiknya. Baru pada album
ini Ian Antono total mengaransir semua lagu dan memainkan instrument
didalamnya. Suara Iwan Fals semakin mantap bisa mencapai ke range yang
lebih tinggi dan luas, suara yang tebal dan nggak cempreng. Power yang
menghentak-hentak seperti lagu ‘Balada Orang-Orang Pedalaman’. Bahkan
bisa lembut pada lagu ‘Ibu’. Nyatanya Ian Antono telah menemukan sebuah
formula untuk menangkap keliaran suara Iwan Fals. Ian dituntut untuk
menghasilkan gaya bernyanyi yang beda dari sebelumnya. Ian Antono
memasukan ciri khasnya dalam melakukan backing-vocal yang menggunakan
suara falsetto Ian Antono pada koor yang menggunakan 8 sampai 12 track.
Bisa disimak pada lagu ‘Mimpi Yang Terbeli’ dan ‘1910’, melengking tajam
dan mengutamakan ketebalan suara yang sangat eksotis.
Kedekatan Iwan Fals dan Ian Antono berlanjut ke materi album berikutnya yaitu Mata Dewa,
disinilah album masterpiece tercipta. Sudah pada tahu bagaimana album
ini membawa Iwan Fals ke popularitas yang lebih tinggi. Gaya
bernyanyinya juga berubah dimana resonansi suaranya tak lagi kehidung.
Coba simak lagu:
- Puing (album Sumbang) dengan Puing (album Mata Dewa)
- Berkacalah Jakarta (album Sugali) dengan Berkacalah Jakarta (album Mata Dewa)
- Yang Terlupakan (album Sarjana Muda) dengan Yang Terlupakan (album Mata Dewa)
- Timur Tengah II (album Aku Sayang Kamu) dengan Timur Tengah II (album Mata Dewa)
- PHK (album Wakil Rakyat] dengan PHK (album Mata Dewa)
Terlihat
jelas perbedaannya pada album Mata Dewa yang sangat mendominasi
ketebalan suara dan sound yang keras dan enerjik. Apalagi pada lagu ‘Air Mata Api’
suara Iwan Fals sangat menjangkau pada interval suara yang tinggi.
Mungkin Iwan Fals tidak bisa lagi menjangkaunya pada saat sekarang.
Suara yang stabil
Setelah
pembatalan tour 100 kota pada pertengahan 1989 oleh pihak keamanan,
Iwan Fals sempat nyungsep dan malas bernyanyi lagi (bayangkan kalau
waktu itu dia benar-benar stop bernyanyi). Untungnya dia membuat album
daur ulang yaitu Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu
produksi Musica yang pengerjaannya memakan waktu cuma 1 bulan untuk 4
lagu yang di aransemen ulang. Lagu ‘Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu’
sangat rock. Iwan Fals bernyanyi dengan lengkingan yang bikin merinding
lebih gagah daripada lagu yang sama di album Opini.
Album Swami,
nah disini suara Iwan Fals lebih dinamis dan sudah terbentuk, ditambah
oleh bunyi-bunyian yang dimainkan oleh para personilnya. Ritme musik
yang terkonsep membuat suara Iwan Fals lebih matang. Album inilah yang
menurut saya dapat mengimprovisasi suara Iwan Fals yang terkadang
berteriak spontan. Simak pada lagu ‘Bunga Trotoar’.
Album Kantata Takwa. Ehmmm, dimana napas religi yang kental banyak menggunakan koor-koor. Kalo soal musiknya tanya sama mas JSOP
deh. Ada beberapa lagu dimana Iwan Fals menguras suaranya seperti pada
lagu ‘Orang-Orang Kalah’ dan ‘Rajawali’. Album ini begitu megah dengan
peralatan dan sound modern, music directornya ditangani oleh JSOP.
Album Cikal berisikan orang-orang yang berkompeten di musik jazz. Iwan Fals didukung oleh Mates (bass), Embong Raharjo (saxophone dan flute), Gilang Ramadhan (drum dan perkusi), dan teman lamanya Cok Rampal (gitar dan perkusi) juga Totok Tewel
(guitar elektrik) yang membuat kesan rock. Disini Suara Iwan Fals sudah
tidak berubah banyak, cuma musiknya saja yang membuat berbeda. Rock
dibaluri sentuhan jazz. Album yang awalnya saya tidak terlalu senang
dari cover maupun musiknya karena terlalu berisik dengan adanya
bunyi-bunyian perkusi yang ditambahkan dalam album ini (dimana sound
gitar yang nyaring dan pukulan drum yang banyak improvisasi serta
perkusi seperti cowbell, gongseng dan sebagainya). Pada lagu ‘Untuk
Bram’ disitu Gilang Ramadhan banyak melakukan gebukan tak lazim bagi
telinga saya waktu itu: “berisiiiikkk”. Tapi setelah beberapa tahun,
album ini sangat monumental buat saya karena Iwan Fals seperti tidak
mungkin lagi memainkan musik tersebut baik dipanggung atau di album
berikutnya.
Akhirnya menurut kesepakatan yang hanya 3 tahun (1989 – 1991) dibentuknya Swami, maka keluarlah album Swami II.
Di album ini Iwan Fals bernyanyi seperti orang yang kehabisan suara.
Simak lagu ‘Robot Bernyawa’ yang menguras habis suaranya. Pada lagu
‘Nyanyian Jiwa’, Iwan Fals memerlukan power yang full. Akibatnya suara
yang dihasilkan pada nada tinggi sedikit lebar dan kasar. Dan selesailah
proyek Swami.
Kalo menyimak album-album sebelumnya dimana suara
Iwan Fals yang gagah, jantan dan full lalu di aransemen dengan konsep
band, maka album Belum Ada Judul
cukup dengar gitar bolong dan harmonika. Tidak tahu kenapa Iwan Fals
melakukan itu, rindukah atau bosan?. Yang jelas para penggemarnya sangat
antusias dengan album ini karena Iwan Fals bernyanyi tanpa perabotan
yang ribet, cukup dengan alat yang sehari-hari ia mainkan. Suaranya
lebih terdengar jelas dengan lirik yang bagus. Maka mengalunlah lagu
‘Belum Ada Judul’ yang sangat pas tentang persahabatan. Pada album ini
suara Iwan Fals sudah cukup berat (kalo Iwan Fals bicara suaranya pelan,
sangat berat dan ngebass).
Album Hijau,
sebuah album yang lebih membumi sebab menggunakan instrument-instrument
perkusi seperti kendang yang cukup dominan. Iwan Fals bernyanyi lebih
tenang, mungkin musiknya yang easy listening. Sesekali Iwan Fals
melakukan interval tinggi dan habis itu dengan suara yang rendah, berat
sedikit serak yang bisa di simak pada ‘Lagu Dua’. Dan seperti biasa Iwan
Fals melakukan teriakan khasnya pada lagu ‘Hijau’ (sebenarnya saya
seneng sama teriakan yang lepas meski rada bindeng dan spontan dari Iwan
Fals).
Singel Terminal, album Dalbo, album Orang Gila, album Anak Wayang, single Mata Hati, single Orang Pinggiran, single Lagu Pemanjat, album Kantata Samsara,
album Kantata Samsara Takwa live 1998, karakter suara Iwan Fals tidak
berubah tetap sama. Mungkin aransemen di musiknya aja yang membuat
berbeda. Pada era 1990 – 1998 suaranya sudah terbentuk dan tidak ada
lagi perubahan. Suara yang berat dan berisi.
Untuk kalian yang punya lagu “colongan” alias demo
tape pada era tersebut, kita sudah bisa membedakan mana suara Iwan Fals
awal 1980-an dan 1990-an karena karakternya sudah terbentuk. Kalo saya
mendengar lagu ”colongan” tersebut kebanyakan Iwan Fals bernyanyi dengan
bebas dan santai baik pada lirik cinta, sosial dan lingkungan.
Lagu-lagu tersebut ada yang direkam pake tape recoder secara langsung.
Dulu Iwan Fals paling senang pamer lagu-lagu barunya kepada orang-orang
yang datang kerumahnya, bahkan suka nyanyi bareng sama penggemarnya.
Saat saya nonton konser live-nya Iwan Fals di Hard
Rock café, Jakarta 8 mei 1998 (sebelum kerusuhan Mei '98), Iwan Fals
begitu prima penampilannya meski tak segarang dulu. Lebih rapi dengan
rambut pendek persis orang kantoran tapi untuk suara masih tetap gagah.
Menurut saya ini Iwan Fals pertama kalinya tampil di café dan saya lebih
senang biar orang-orang yang biasa ke café kenal lagu-lagunya.
Istilahnya melebarkan sayap ke gedongan lah. Saya juga lebih tertarik
nonton di tempat tertutup karena sound yangg dihasilkan cukup bagus,
nendang dan powerfull dan tentunya dengan lirik-lirik yang biasa ia
nyanyikan. Menurut saya lebih puas saja tidak ada pembatas jarak antara
penonton dan pemusiknya. Kalau Iwan Fals manggung ia suka bikin
celetukan-celetukan lucu, kadang menari-nari sekenanya. Ada satu yang
geblek dari seorang Iwan Fals, ia tidak selalu hapal sama lirik lagunya,
nyanyi pun ia memakai teks.
Masuk ke era 2000-an
Keluarnya single ‘Kumenanti Seorang Kekasih’ dan
‘Entah’ tahun 2000, aransemen baru mengukuhkan Iwan Fals masih tetap
eksis di belantara industri musik Indonesia. Pada kedua single ini suara
Iwan Fals sangat berat seperti terbata-bata kurang spontan, yang
menurut Rusmin sound engenering yang biasa menangani Iwan Fals sejak
awal di Musica, “Iwan bernyanyi dibawah tekanan seperti ditodong
senapan”. Maklumlah Iwan Fals sudah lama tidak rekaman di studio yang
besar.
Album berikut nya Suara Hati (2002), Manusia ½ Dewa (2004) dan 50:50 (2007), Iwan Fals melakukan rekaman di studio pribadinya sendiri, lebih lepas. Kecuali album In Collaboration
(2003) yang dilakukan di studio Musica. Dan satu lagi single yang
dilempar Iwan Fals berjudul ‘Saat Minggu Masih Pagi’ yaitu lagu tentang
bencana tsunami di Aceh pada album keroyokan Satu Hati (2006), di situ
Iwan Fals bernyanyi dengan gitar, suara yang berat dan kering rada
parau.
Suara, ya suara Iwan Fals semakin tak dapat mencapai
interval yang cukup tinggi, ini di karenakan faktor usia. Kini Iwan
Fals hanya bisa menjaga agar suaranya tetap prima. Tak ada yang dapat
melawan usia.
Perjalanan karir musik yang cukup panjang tidak
sia-sia bagi seorang Iwan Fals. Begitu pesat kemajuan gaya bernyanyinya.
Diawali dengan kesalahan bernyanyi kemudian berupaya diperbaikinya.
Suara atau gaya bernyanyi dan musik yang berubah-ubah. Tapi ada satu
yang tidak berubah dan masih setia dilakukannya adalah kesederhanaan
dalam sikap, lirik yang dalam, baik lirik sosial dan lingkungan, bahkan
lirik cinta yang cukup mengena. Mungkin ini yang menyebabkan ia masih
digemari para fansnya sampai saat ini bahkan album-album lamanya masih
terus dikejar para kolektor. Wassalam. (dOeL)