Monday, July 23, 2012

Petualangan Suara Iwan Fals

Petualangan Suara Iwan Fals

Bagi penggemar Iwan Fals dari awal karirnya pasti sudah mengenal karakter suaranya yang selalu berubah-ubah disetiap album (periode 1979-1989). Mulanya ia bernyanyi dengan teknik yang “keliru”, lama-kelamaan ia menemukan warna yang pas, semua itu lewat sebuah “petualangan” dan “siasat”. Perjalanan karirnya yang sangat panjang, banyak menggeser konsepsi berkeseniannya (baca: gaya suaranya).

Album periode awal 1979 - 1980

Bagi kalian yang punya album Amburadul (Perjalanan / 3 Bulan), Yang Muda Yang Bercanda, Canda Dalam Ronda, Canda Dalam Nada bahkan yang punya rekaman waktu di Radio EH 8 Bandung, pasti sudah paham gimana Iwan Fals bernyanyi. Suara yang cempreng juga tipis bahkan pada lagu ‘3 Bulan’ suaranya tidak sampai ke range tinggi yang menyebabkan suara seperti kecekik (suara mengecil tiba-tiba). Mungkin ia terbiasa dengan improvisasi waktu mengamen dulu.

Album periode 1981 - 1989
Setelah masuk ke Musica Studio tahun 1981, Iwan Fals lebih disiplin dalam bermusik. Ini dituntut karena pada album dibawah label tersebut konsep bermusiknya lebih nge-band. Suara Iwan Fals tak begitu luas masuk dalam jajaran baritone yang mendekati tenor cukup melodius. Kalau ibarat makanan, materi suaranya kering, gurih, renyah dan tak hambar (album Sarjana Muda).

Dan album Opini, materi suaranya masih tetap tidak jauh berbeda (musik oleh Willy Soemantri kecuali lagu Galang Rambu Anarki oleh Ian Antono).

Memasuki album Sumbang, disini baru berasa suara yang cukup melodius yang tiba-tiba berubah menjadi garang dan penuh amarah. Dengarkan lagu ‘Puing’ pada album ini yang musiknya digarap oleh Ian Antono kecuali Tampomas II musik oleh Willy Soemantri. Iwan Fals menyimpan semacam kegelisahan dalam bermusiknya sehingga setiap album pasti ada perubahan baik dari sisi musik maupun vocal.

Album Sugali, dimana pada album ini Iwan Fals menggarap musiknya sendiri. Suaranya semakin kuat dan matang meskipun dalam beberapa lagu ia melepas teriakan dalam akhir lagunya. Simak lagu ‘Azan Subuh Masih Ditelinga’ sedikit sengau. Dan pada lagu ‘Serdadu’ yang menyelipkan teriakan yang sangat khas Iwan Fals.

Album Barang Antik, Iwan Fals sedikit merubah teknik suaranya yang lebih berat dan serak. Coba dengarkan lagu ‘Kumenanti Seorang Kekasih’. Musik masih digarap oleh Willy Soemantri.

Bahkan di single ‘Percayalah Kasih’ ia juga menggunakan teknik serupa. Dimana kata mas JSOP (Yockie Suryo Prayogo), Iwan Fals menaruh microphone dibawah pintu studio waktu rekaman take vocal lagu tersebut.

Di setiap album, Iwan Fals selalu menyelipkan ciri khasnya hanya dengan iringan gitar bolong dan harmonika seperti lagu ‘Bangunlah Putra Putri Pertiwi’ (album Sarjana Muda), ‘Jangan Bicara’ (album Barang Antik) juga ‘Intermezzo’ (album Sore Tugu Pancoran).

Dalam kaitan lirik lagu, Iwan Fals terhitung yang paling jempolan seperti almarhum Gombloh. Dalam komposisi liriknya banyak berdasar pada bentuk prosa lama yang mendahulukan kaidah estetika bunyi seperti, a-a / b-b atau a-b / a-b. Memang tepat sekali apa yang dilakukannya karena sangat terasa keindahan bunyi yang disuarakannya. Apalagi dibarengi penghayatan yang penuh greget dengan lirik yang genit, nakal dan liar.

Album Sore Tugu Pancoran, musik oleh Willy Soemantri. Suara Iwan Fals sudah mulai terasa tebal dan tidak cempreng lagi, tapi tetap masih mengunakan spontanitas. Era ini adalah masa transisi suara Iwan Fals yang meninggalkan teknik lamanya yang mengumpulkan napas didada, untuk kemudian bernyanyi lewat tenggorokannya yang angkuh. Kadar resonansinya terlalu ke hidung, sehingga materinya menipis dan sengau. Itu digunakan tak hanya pada interval suara yang tinggi, bahkan pada suara yang rendah ia juga menggunakan teknik tersebut. Dengarkan album Sumbang dan album Opini.

Inilah keliaran suara Iwan Fals dan mulai ditangkap oleh Ian Antono. Pada lagu ‘Ethiopia’ suaranya sangat luas. Sebenarnya album Ethiopia tidak digarap Ian antono sepenuhnya. Hanya pada lagu Ethiopia Ian sebagai arranger, selebihnya Iwan Fals dkk yang mengaransir lagu-lagu didalam album tersebut. Suara dalam lagu-lagunya sangat bulat dan berat, kadang Iwan berteriak yang sangat sengau (seperti orang bindeng) diakhir lagu ‘Berandal Malam Dibangku Terminal’.

Album Aku Sayang Kamu dimana suara Iwan Fals lebih pop dan manis. Mungkin dikarenakan album ini diaransemen oleh Bagoes A.A. yang dikenal lewat pop-jazz-nya. Tapi sang arranger juga tak lupa memasukan irama country. Simak pada lagu ‘Yahui,ha,he,ha’, dan lagu yang dibaluti irama pop bosas pada lagu ‘Lho’.

Setelah ber-pop manis, akhirnya Iwan Fals bertemu dengan kawan-kawan lamanya yaitu Dama Gaok (player banjo dalam album Barang Antik) dan Maman Piul. Mereka membentuk kelompok Kereta dalam Album Lancar, Nenekku Okem. Disini suara Iwan Fals seakan kembali ke awal karirnya, tipis namun tidak cempreng dan sedikit sengau. Mungkin musik yang membalutinya dalam irama country yang sangat kuat.

Album Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ), suara Iwan Fals masih tetap seperti dua album sebelumnya. Kalau menurut perkiraan, suara Iwan Fals dipengaruhi oleh para pembalut musik dan arranger pada lagu-lagunya. Kalau rada country, suaranya sedikit cempreng dan sengau karena teknik yang digunakan. Pada musik pop suara Iwan agak tebal dan cukup manis. Dan kalau dibaluti musik rock suaranya lebih luas dan ia dapat mencapai interval yang sangat tinggi.

Album Wakil Rakyat, Iwan Fals kembali ke arranger Bagoes A.A., karena di periode ini Iwan Fals berteman dengan Bagoes A.A. dan K3S (Kelompok 3 Suara - personilnya adalah Bagoes A.A., Dian PP dan Dedi Dhukun, pernah mengisi backing vocal di lagu "Aku Sayang Kamu"), bahkan Iwan Fals sempat membuat lirik untuk album K3S pada lagu Ratu di album OH..yaa. Suara Iwan Fals makin kuat makin berisi meski musiknya bernuansa pop-balada, tapi karakter yang ditimbulkan sangat kuat. Suaranya tak lagi cempreng seperti dulu. Mungkin Iwan Fals udah menemukan teknik bernyanyi yang baru. Lagu ‘Ping Pong’ sangat pas dan jenaka.

Beralih ke Rock

Mungkin kita tidak menyadari, sebenarnya Iwan Fals sudah melakukan hal ini sejak dulu. Seperti lagu ‘Bangunlah Putra-Putri Pertiwi’ (album Sarjana Muda), ‘Puing’ (album Sumbang), ‘Siang Seberang Istana’ (album Sugali), ‘Kota’ (album Aku Sayang Kamu), ‘Nelayan’ (album Lancar). Iwan Fals sudah mengeluarkan suaranya dengan full.

Album 1910, album yang ditangani arranger bertangan dingin Ian Antono, sebenarnya ini bukan awal kerjasama Iwan Fals dan Ian Antono. Sejak lagu ‘Galang Rambu Anarki’ (album Opini), album Sumbang dan lagu ‘Ethiopia’, Ian Antono yang menangani semua musiknya. Baru pada album ini Ian Antono total mengaransir semua lagu dan memainkan instrument didalamnya. Suara Iwan Fals semakin mantap bisa mencapai ke range yang lebih tinggi dan luas, suara yang tebal dan nggak cempreng. Power yang menghentak-hentak seperti lagu ‘Balada Orang-Orang Pedalaman’. Bahkan bisa lembut pada lagu ‘Ibu’. Nyatanya Ian Antono telah menemukan sebuah formula untuk menangkap keliaran suara Iwan Fals. Ian dituntut untuk menghasilkan gaya bernyanyi yang beda dari sebelumnya. Ian Antono memasukan ciri khasnya dalam melakukan backing-vocal yang menggunakan suara falsetto Ian Antono pada koor yang menggunakan 8 sampai 12 track. Bisa disimak pada lagu ‘Mimpi Yang Terbeli’ dan ‘1910’, melengking tajam dan mengutamakan ketebalan suara yang sangat eksotis.

Kedekatan Iwan Fals dan Ian Antono berlanjut ke materi album berikutnya yaitu Mata Dewa, disinilah album masterpiece tercipta. Sudah pada tahu bagaimana album ini membawa Iwan Fals ke popularitas yang lebih tinggi. Gaya bernyanyinya juga berubah dimana resonansi suaranya tak lagi kehidung.

Coba simak lagu:
- Puing (album Sumbang) dengan Puing (album Mata Dewa)
- Berkacalah Jakarta (album Sugali) dengan Berkacalah Jakarta (album Mata Dewa)
- Yang Terlupakan (album Sarjana Muda) dengan Yang Terlupakan (album Mata Dewa)
- Timur Tengah II (album Aku Sayang Kamu) dengan Timur Tengah II (album Mata Dewa)
- PHK (album Wakil Rakyat] dengan PHK (album Mata Dewa)

Terlihat jelas perbedaannya pada album Mata Dewa yang sangat mendominasi ketebalan suara dan sound yang keras dan enerjik. Apalagi pada lagu ‘Air Mata Api’ suara Iwan Fals sangat menjangkau pada interval suara yang tinggi. Mungkin Iwan Fals tidak bisa lagi menjangkaunya pada saat sekarang.

Suara yang stabil


Setelah pembatalan tour 100 kota pada pertengahan 1989 oleh pihak keamanan, Iwan Fals sempat nyungsep dan malas bernyanyi lagi (bayangkan kalau waktu itu dia benar-benar stop bernyanyi). Untungnya dia membuat album daur ulang yaitu Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu produksi Musica yang pengerjaannya memakan waktu cuma 1 bulan untuk 4 lagu yang di aransemen ulang. Lagu ‘Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu’ sangat rock. Iwan Fals bernyanyi dengan lengkingan yang bikin merinding lebih gagah daripada lagu yang sama di album Opini.


Album Swami, nah disini suara Iwan Fals lebih dinamis dan sudah terbentuk, ditambah oleh bunyi-bunyian yang dimainkan oleh para personilnya. Ritme musik yang terkonsep membuat suara Iwan Fals lebih matang. Album inilah yang menurut saya dapat mengimprovisasi suara Iwan Fals yang terkadang berteriak spontan. Simak pada lagu ‘Bunga Trotoar’.


Album Kantata Takwa. Ehmmm, dimana napas religi yang kental banyak menggunakan koor-koor. Kalo soal musiknya tanya sama mas JSOP deh. Ada beberapa lagu dimana Iwan Fals menguras suaranya seperti pada lagu ‘Orang-Orang Kalah’ dan ‘Rajawali’. Album ini begitu megah dengan peralatan dan sound modern, music directornya ditangani oleh JSOP.


Album Cikal berisikan orang-orang yang berkompeten di musik jazz. Iwan Fals didukung oleh Mates (bass), Embong Raharjo (saxophone dan flute), Gilang Ramadhan (drum dan perkusi), dan teman lamanya Cok Rampal (gitar dan perkusi) juga Totok Tewel (guitar elektrik) yang membuat kesan rock. Disini Suara Iwan Fals sudah tidak berubah banyak, cuma musiknya saja yang membuat berbeda. Rock dibaluri sentuhan jazz. Album yang awalnya saya tidak terlalu senang dari cover maupun musiknya karena terlalu berisik dengan adanya bunyi-bunyian perkusi yang ditambahkan dalam album ini (dimana sound gitar yang nyaring dan pukulan drum yang banyak improvisasi serta perkusi seperti cowbell, gongseng dan sebagainya). Pada lagu ‘Untuk Bram’ disitu Gilang Ramadhan banyak melakukan gebukan tak lazim bagi telinga saya waktu itu: “berisiiiikkk”. Tapi setelah beberapa tahun, album ini sangat monumental buat saya karena Iwan Fals seperti tidak mungkin lagi memainkan musik tersebut baik dipanggung atau di album berikutnya.


Akhirnya menurut kesepakatan yang hanya 3 tahun (1989 – 1991) dibentuknya Swami, maka keluarlah album Swami II. Di album ini Iwan Fals bernyanyi seperti orang yang kehabisan suara. Simak lagu ‘Robot Bernyawa’ yang menguras habis suaranya. Pada lagu ‘Nyanyian Jiwa’, Iwan Fals memerlukan power yang full. Akibatnya suara yang dihasilkan pada nada tinggi sedikit lebar dan kasar. Dan selesailah proyek Swami.


Kalo menyimak album-album sebelumnya dimana suara Iwan Fals yang gagah, jantan dan full lalu di aransemen dengan konsep band, maka album Belum Ada Judul cukup dengar gitar bolong dan harmonika. Tidak tahu kenapa Iwan Fals melakukan itu, rindukah atau bosan?. Yang jelas para penggemarnya sangat antusias dengan album ini karena Iwan Fals bernyanyi tanpa perabotan yang ribet, cukup dengan alat yang sehari-hari ia mainkan. Suaranya lebih terdengar jelas dengan lirik yang bagus. Maka mengalunlah lagu ‘Belum Ada Judul’ yang sangat pas tentang persahabatan. Pada album ini suara Iwan Fals sudah cukup berat (kalo Iwan Fals bicara suaranya pelan, sangat berat dan ngebass).


Album Hijau, sebuah album yang lebih membumi sebab menggunakan instrument-instrument perkusi seperti kendang yang cukup dominan. Iwan Fals bernyanyi lebih tenang, mungkin musiknya yang easy listening. Sesekali Iwan Fals melakukan interval tinggi dan habis itu dengan suara yang rendah, berat sedikit serak yang bisa di simak pada ‘Lagu Dua’. Dan seperti biasa Iwan Fals melakukan teriakan khasnya pada lagu ‘Hijau’ (sebenarnya saya seneng sama teriakan yang lepas meski rada bindeng dan spontan dari Iwan Fals).


Singel Terminal, album Dalbo, album Orang Gila, album Anak Wayang, single Mata Hati, single Orang Pinggiran, single Lagu Pemanjat, album Kantata Samsara, album Kantata Samsara Takwa live 1998, karakter suara Iwan Fals tidak berubah tetap sama. Mungkin aransemen di musiknya aja yang membuat berbeda. Pada era 1990 – 1998 suaranya sudah terbentuk dan tidak ada lagi perubahan. Suara yang berat dan berisi.


Untuk kalian yang punya lagu “colongan” alias demo tape pada era tersebut, kita sudah bisa membedakan mana suara Iwan Fals awal 1980-an dan 1990-an karena karakternya sudah terbentuk. Kalo saya mendengar lagu ”colongan” tersebut kebanyakan Iwan Fals bernyanyi dengan bebas dan santai baik pada lirik cinta, sosial dan lingkungan. Lagu-lagu tersebut ada yang direkam pake tape recoder secara langsung. Dulu Iwan Fals paling senang pamer lagu-lagu barunya kepada orang-orang yang datang kerumahnya, bahkan suka nyanyi bareng sama penggemarnya.


Saat saya nonton konser live-nya Iwan Fals di Hard Rock café, Jakarta 8 mei 1998 (sebelum kerusuhan Mei '98), Iwan Fals begitu prima penampilannya meski tak segarang dulu. Lebih rapi dengan rambut pendek persis orang kantoran tapi untuk suara masih tetap gagah. Menurut saya ini Iwan Fals pertama kalinya tampil di café dan saya lebih senang biar orang-orang yang biasa ke café kenal lagu-lagunya. Istilahnya melebarkan sayap ke gedongan lah. Saya juga lebih tertarik nonton di tempat tertutup karena sound yangg dihasilkan cukup bagus, nendang dan powerfull dan tentunya dengan lirik-lirik yang biasa ia nyanyikan. Menurut saya lebih puas saja tidak ada pembatas jarak antara penonton dan pemusiknya. Kalau Iwan Fals manggung ia suka bikin celetukan-celetukan lucu, kadang menari-nari sekenanya. Ada satu yang geblek dari seorang Iwan Fals, ia tidak selalu hapal sama lirik lagunya, nyanyi pun ia memakai teks.


Masuk ke era 2000-an
Keluarnya single ‘Kumenanti Seorang Kekasih’ dan ‘Entah’ tahun 2000, aransemen baru mengukuhkan Iwan Fals masih tetap eksis di belantara industri musik Indonesia. Pada kedua single ini suara Iwan Fals sangat berat seperti terbata-bata kurang spontan, yang menurut Rusmin sound engenering yang biasa menangani Iwan Fals sejak awal di Musica, “Iwan bernyanyi dibawah tekanan seperti ditodong senapan”. Maklumlah Iwan Fals sudah lama tidak rekaman di studio yang besar.


Album berikut nya Suara Hati (2002), Manusia ½ Dewa (2004) dan 50:50 (2007), Iwan Fals melakukan rekaman di studio pribadinya sendiri, lebih lepas. Kecuali album In Collaboration (2003) yang dilakukan di studio Musica. Dan satu lagi single yang dilempar Iwan Fals berjudul ‘Saat Minggu Masih Pagi’ yaitu lagu tentang bencana tsunami di Aceh pada album keroyokan Satu Hati (2006), di situ Iwan Fals bernyanyi dengan gitar, suara yang berat dan kering rada parau.


Suara, ya suara Iwan Fals semakin tak dapat mencapai interval yang cukup tinggi, ini di karenakan faktor usia. Kini Iwan Fals hanya bisa menjaga agar suaranya tetap prima. Tak ada yang dapat melawan usia.


Perjalanan karir musik yang cukup panjang tidak sia-sia bagi seorang Iwan Fals. Begitu pesat kemajuan gaya bernyanyinya. Diawali dengan kesalahan bernyanyi kemudian berupaya diperbaikinya. Suara atau gaya bernyanyi dan musik yang berubah-ubah. Tapi ada satu yang tidak berubah dan masih setia dilakukannya adalah kesederhanaan dalam sikap, lirik yang dalam, baik lirik sosial dan lingkungan, bahkan lirik cinta yang cukup mengena. Mungkin ini yang menyebabkan ia masih digemari para fansnya sampai saat ini bahkan album-album lamanya masih terus dikejar para kolektor. Wassalam. (dOeL)