
Itulah yang tertangkap dari reuni Setiawan Djody, Iwan Fals, dan Sawung Jabo kali ini. Ketiga musisi legendaris ini akan kembali naik panggung bersama. Mereka mereinkarnasi Kantata Takwa menjadi Kantata Barock.
Namun, ada yang berbeda dari konser-konser Kantata sebelumnya. Sebelum menggelar konser akbar akhir tahun yang akan berlangsung Jumat (30/12) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, ketiga jawara musik itu memilih melakukan 'pemanasan' di Kawasan Wisata Alam Mangrove, Kapuk, Jakarta Utara.
Pada Jumat (16/12) itu, Djody, Iwan, dan Jabo menyingsingkan lengan bukan untuk mencabik gitar atau meraih mikrofon melainkan untuk menanam bibit mangrove. Kegiatan penghijauan menjadi 'nazar' bagi Kantata Barock sebelum berkonser.
"Kami ingin ikut melestarikan alam. Perjuangan kami memang lewat musik. Namun, kami pun berjuang lewat gerakan penghijauan," ujar Djody. Nyatanya, Djody dan dua sahabatnya itu sudah sejak lima tahun lalu terlibat dalam kegiatan lingkungan, khususnya penghijauan. Mereka kerap menjadi inisiator dalam kegiatan-kegiatan penanaman pohon.
"Nilai-nilai yang adiluhung perlu dijaga," ujar Iwan soal kegiatan yang tampak jauh dari dunia musik itu. Baginya, keberlangsungan bumi adalah salah satu nilai adiluhung tersebut.
Dengan begitu, berkotor di area mangrove dirasa tidak lagi berbeda dengan apa yang mereka lantunkan dalam musik. Keduanya sama-sama untuk kehidupan.
Saat berbicara soal lingkungan itu, semangat Iwan pun tidak kalah seperti ketika ia berada di atas panggung. Pria yang dianugerahi Satyalencana Kebudayaan dari pemerintah ini menaruh kekhawatiran akan tata ruang perkotaan di Indonesia yang semakin dijejali gedung bertingkat. Ia takut jika tak melalui analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), bencana banjir serupa di Bangkok, Thailand, dapat terjadi.
Penyambung lidah rakyat
Konser Kantata Barock pada malam pergantian tahun nanti juga tampak sebagai sebuah nostalgia. Mereka seakan mau mengulang kesuksesan konser bersejarah Kantata Takwa hampir 22 tahun silam. Tepatnya, pada 23 Januari 1990 di tempat yang sama.
Ketika itu, ratusan ribu penonton hadir untuk menyaksikan Iwan, WS Rendra, Yockie Suryoprayogo, Donny Fattah, Inisisri, Jabo, dan Djody. "Kini, beberapa personel sudah tak ada. Namun, jiwa-jiwa perjuangan mereka masih melekat di hati kami hingga saat ini," ujar Iwan.
Memang, konser nanti terkesan kurang lengkap. Pasalnya, WS Rendra dan drumer Inisisri telah wafat. Di sisi lain, keyboardist sekaligus pencipta lagu legendaris Yockie Suryoprayogo urung bergabung dengan Kantata Barock.
Meski begitu, karena merasa saling memiliki, Iwan, Djody, dan Jabo memutuskan untuk tetap melangsungkan 'reuni'. Selain itu, Djody mengaku karya bersama ini merupakan wujud dari komitmen mereka sebagai penyambung lidah rakyat.
"Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Itu ungkapan yang selalu dikatakan Mas Willy (WS Rendra). Jadi, kami tetap terus berjuang ibarat mencakar cakrawala. Kami bebas dan merdeka dalam berekspresi," lanjut Djody.
Nama Kantata Barock dijelaskan Djody sebagai evolusi dari Kantata Samsara dan Kantata Revolvere. Ia menuturkan, kata 'barock' adalah sebuah nama yang diambil dari mitologi Bali. Kata 'barock' disandingkan dengan kata 'kantata' agar menunjukkan sebuah perubahan.
Sementara, untuk mengganti posisi personel yang kosong, tiga sahabat ini dibantu musisi pendukung seperti Toto Tewel, Doddy Katamsi, dan Edi Darome.
Pada konser tersebut, mereka akan membawakan 22 lagu. Beberapa lagu diambil dari album Kantata Takwa (1990).
Di antaranya, Kesaksian, Paman Doblang, Nocturno, Rajawali, Air Mata, dan Sang Petualang. Untuk lagu terbaru, yaitu Barong! Aku Bento, Mukjizat, dan Tikus Ngrongrong.
"Lagu-lagu baru ini menceritakan tentang era sekarang. Bento bukanlah sebagai kisah di Orba," ujar Djody, terkekeh-kekeh.
Pada konser nanti, mereka juga akan melakukan rekaman. Semua lagu-lagu yang dibawakan akan dialbumkan. "Kini, kita tak kritik seperti era Orba. Kita kritik dengan gaya berbeda di era pascareformasi ini," tambah Djody.
Di luar soal menyampaikan kritisisme dan lingkungan, Djody, Iwan, dan Jabo ternyata juga cukup kompak dalam soal menjaga kesehatan. Ketiga sosok ini mengandalkan olahraga agar tetap prima.
Meski begitu, jika Iwan lebih menyukai karate dan Jabo mengaku gemar olahraga lari, Djody justru lebih suka olahraga dengan gerakan lebih tenang, yakni tai chi. Opa enam cucu ini juga mengaku punya terapi yang sangat diandalkan untuk kesehatannya. Tidak lain adalah bermain gitar.
"Bagi saya, gitar adalah terapi. Namun, butuh olahraga lain untuk menjaga kesehatan. Saya juga tak minum alkohol," ungkapnya, serius. Pastinya, alunan musik Kantata adalah terapi yang juga dibutuhkan untuk 'kesehatan' negeri ini. (M-5)