Film Indonesia bertemakan sejarah "Soegija" (RECOMMENDED FOR WATCH)
"Soegija"
Spoiler for Silahkan dibaca:
Sutradara : Garin Nugroho Produser : Djaduk Ferianto, Murti Hadi Wijayanto SJ, Tri Giovanni Penulis : Armantono, Garin Nugroho Pemeran : - Nirwan Dewanto sebagai Albertus Soegijapranata - Andriano Fidelis sebagai Banteng - Annisa Hertami Kusumastuti sebagai Mariyem - Butet Kertarajasa sebagai Koster Toegimin - Cahwati sebagai Ciprit - Cor Van Der Kruk sebagai Mgr Willekens - Eko Balung sebagai Suwito - Henky Solaiman sebagai Kakek Lingling - Imam Wibowo sebagai Presiden Soekarno - Landung Simatupang sebagai Pak Lurah - Margono sebagai Pak Besut - Marwoto sebagai Penjual Jamu - Muhammad Abbe sebagai Maryono - Nobuyuki Suzuki sebagai Nobuzuki - Olga Lydia sebagai Ibu Lingling - Rukman Rosadi sebagai Lantip - Sagita sebagai Hamengkubuwono IX - Soca Ling Respati sebagai Prajurit Kecil - Wouter Zweers sebagai Robert Musik oleh : Djaduk Ferianto Sinematografi : Garin Nugroho Penyunting : Garin Nugroho Studio : Studio Audio Visual Puskat Yogyakarta Tanggal rilis : 7 Juni 2012 (2012-06-07) Durasi : 115 menit Bahasa : Indonesia. Jawa, Belanda, Jepang, Inggris dan Latin Anggaran : Rp 12 Miliar Soegija adalah film drama epik sejarah dari Indonesia yang disutradarai oleh sutradara senior Indonesia Garin Nugroho, dibintangi oleh budayawan Nirwan Dewanto yang memerankan tokoh pahlawan nasional Albertus Soegijapranata. Film yang dibintangi aktor-aktor dari beragam latar belakang budaya ini akan diluncurkan di Indonesia pada tanggal 7 Juni 2012. Dengan anggaran sekitar Rp 12 Miliar, film ini menjadi film termahal yang disutradarai Garin Nugroho. Film ini diproduksi dengan format film perjuangan yang mengambil cerita dari catatan harian tokoh Pahlawan Nasional Mgr. Soegijapranata, SJ dengan mengambil latar belakang Perang Kemerdekaan Indonesia dan pendirian Republik Indonesia Serikat pada periode tahun 1947 – 1949. Film ini disutradarai oleh sutradara kawakan Garin Nugroho dengan mengambil latar daerah Yogyakarta dan Semarang. Film ini juga menampilkan tokoh-tokoh nasional Indonesia lain, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, Soeharto, dll. Untuk bisa menggambarkan pengalaman Soegija, film ini banyak menampilkan tokoh-tokoh nyata tapi difiksikan baik dari Indonesia, Jepang, Belanda, sipil maupun militer dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi dengan cukup detail. * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Sutradara Garin Nugroho kembali menggarap film layar lebar ‘Soegija’. Ia mengaku film terbarunya ini menjadi film termahalnya. Bagaimana tidak, untuk merampungkan film ini, ia harus mengeluarkan dana sebesar Rp12 miliar. Di film ini, Garin harus menggunakan perlengkapan kuno yang tak sedikit untuk mendukung properti filmnya. Maka tak heran, jika ia harus mengeluarkan biaya besar. “Film "Soegija" ini film termahal saya, karena memang banyak pengeluaran dan budget tidak sedikit untuk mendapat perlengkapan tahun 1940-an. Kebanyakan, barang-barang itu adalah barang kuno masa kemerdekaan,” ujar Garin Nugroho Film yang didukung oleh 2.275 pemain ini diharapkan oleh Garin bisa memberi inspirasi bagi para penontonnya. Film ini banyak bertutur soal multikultural dan nasionalisme. Garin pun menceritakan sedikit gambaran kisah dari film ini. “Ceritanya, Romo Kanjeng, sapaan sehari-hari Soegija, hidup sebagai pemimpin di tengah benturan begitu banyak ideologi lokal bahkan dalam skala global. Dan bagaimana di tengah benturan ideologi dan chaos-nya sebuah bangsa, Soegija harus mampu memberikan inspirasi tentang mutikultural dalam basis nasionalisme,” kisah Garin. Mengambil setting waktu masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dari tahun 1940-1949, film ini juga akan menjadi karya perdana SAV Puskat di dunia layar lebar. Selain itu film ini menggunakan 6 bahasa (Indoneisa, Jawa, Inggris, Belanda, Jepang dan Latin) Film ini dibuat di Yogyakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah. Film Soegija diadaptasi dari kisah nyata mengenai perjuangan seorang Uskup pribumi pertama dalam Gereja Katolik Indonesia di tahun 1940-an bernama Albertus Soegijapranata. Berlatar belakang penjajahan Belanda dan Jepang, Garin Nugroho ternyata juga melibatkan pemain asing yang secara nyata menjadi usaha untuk menghadirkan situasi multikultur. “Film ini tidak semata-mata memfokuskan diri kepada kelompok tertentu tetapi merayakan makna kebhinekaan bagi ke-Indonesiaan,” ujar Garin di Jakarta, 16 Mei 2012. Menurut Garin, inilah tawaran humanisme yang ditimba dari oase perjalanan dan perjuangan hidup Soegijapranata. Film ini menawarkan nilai pembangunan jati diri bangsa yang mencintai dan menghidupi kebhinekaan. Soegija (diperankan oleh Nirwan Dewanto) diangkat menjadi uskup pribumi dalam Gereja katolik Indonesia ketika perang dunia kedua. Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem ( Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Mohammad Abe) kakaknya. Ling Ling (Andrea Reva) terpisah dari ibunya (Olga Lydia). Hal itu membuat seorang tentara Jepang dan penganut Budhist, Nobuyuki (Suzuki), selalu teringat anaknya di Jepang ketika masa perang. Begitupun dengan seorang tentara Belanda, Robert (Wouter Zweers) tersentuh ketika menemukan bayi di medan perang. Ia pun rindu pulang dan ingin bertemu ibunya. Sementara itu, Hendrick (Wouter Braaf) menemukan cintanya yang tak mampu ia miliki karena perang. “Film ini tidak hanya mengisahkan tentang kepahlawanan Soegija tapi mengajak kita kembali menjadi sosok nasionalis dalam konteks zaman ini”. Para pemain yang terlibat dalam film ini memiliki antusias yang cukup besar bahwa film ini akan menjadi tontonan menarik bagi masyarakat. Meski sedikit berat, namun banyak nilai-nilai yang terkandung untuk kemajuan bangsa Indonesia. Namun Kontroversi mengenai film Soegija marak dibicarakan di dunia maya dan Blackberry Messenger (BBM). Banyak orang menilai bahwa film ini akan mempengaruhi iman seseorang jika menontonnya. Mendengar hal itu, salah satu pemain dalam film ini, Butet Kertaradjasa menyayangkan adanya pendapat seperti itu. “Tidak akan ada iman seseorang itu berubah hanya karena menonton karya seni. Saya kasihan kenapa orang berpikir sedangkal itu. Sama halnya dengan orang beli makan nanya ini yang masak agama apa, udah sunat belum? Kan lucu. Gosip itu saya anggap promosi gratisan aja,” tutur Butet saat ditemui di Ballroom Hotel Gran Melia, Kuningan, Selasa, 16 Mei 2012. Pemain teater yang juga komedian ini juga menambahkan bahwa film garapan Garin Nugroho ini bukanlah film tentang keagamaan seperti yang ramai dibicarakan. “Ini film tentang manusia yaitu seorang uskup pertama di zaman perang. Banyak perannya untuk negara ini salah satunya menghentikan perang 5 hari di Semarang antara Jepang, gerilyawan, dan pasukan Belanda,” katanya. Di film ini, Butet berperan sebagai Koster Toegimin. Untuk mendalami karakternya tersebut, ia bertemu langsung dengan seorang koster di salah satu gereja. Film yang juga melibatkan sejumlah seniman ternama seperti Landung Simatupang, Djaduk Ferianto, Nirwan, dan Olga Lidya ini akan tayang 7 Juni 2012 mendatang. Butet berharap film ini dapat menumbuhkan semangat nasionalisme dan memberi inspirasi tentang multikultural dalam basis nasionalisme. “Jadi film ini tujuannya untuk menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme, kemanusiaan dan bagaimana harus bersikap dalam situasi yang tidak stabil,” tambahnya. * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Sinopsis Cerita : Film ini ingin melukiskan kisah-kisah kemanusiaan di masa perang kemerdekaaan bangsa Indonesia (1940-1949). Adalah Soegija yang diangkat menjadi uskup pribumi dalam Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusiaan itu satu, kendati berbeda bangsa, asal-usul, dan ragamnya. Dan perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia. Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem terpisah dari Maryono, kakaknya dan Ling Ling terpisah dari ibunya. Tampaknya keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga oleh para penjajah. Nobuzuki, seorang tentara Jepang dan penganut Budhist, ia tidak pernah tega terhadap anak-anak, karena ia juga punya anak di Jepang. Robert, seorang tentara Belanda yang selalu merasa jadi mesin perang yang hebat, akhirnya juga disentuh hatinya oleh bayi tak berdosa yang ia temukan di medan perang. Ia pun rindu pulang, ia rindu Ibunya. Di tengah perang pun Hendrick menemukan cintanya yang tetap tak mampu ia miliki karena perang. Soegija ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian. |